Rabu, 26 Mei 2010

Yang Awalnya Tiada Kembali Tiada

Pada suatu hari seorang pemuda berjalan sambil tersenyum bahagia. Bukan lantaran sedang dimabuk asmara tapi karena baru saja mendapatkan kabar baik. Ada sebuah tawaran kerja untuk dirinya yang benar-benar sempurna.

Harapannya untuk mewujudkan semua impian dan cita-citanya selama ini terbuka lebar. Bukan hanya untuk dirinya saja melainkan juga untuk kedua orang tuanya serta untuk keluarganya yang lain.

Sebenarnya, banyak juga tawaran yang ia terima sebelumnya namun saatnya selalu tidak tepat atau selalu saja ada hal yang menghalangi. Tiba-tiba saja telepon genggamnya berdering.

Ada sebuah telepon yang masuk dan mengabarkan bahwa tawaran tersebut telah dibatalkan. Sudah ada orang lain yang menggantikan posisinya, hanya karena adanya sedikit kesalahpahaman antara dirinya dengan pihak perusahaan.

Astagfirullahaladzim…ucapnya dengan lunglai.

Kecewa dan putus asa tentu saja melekat dalam sanubarinya. Namun dengan sekuat tenaga dia berusaha untuk berbaik sangka kepada Allah. Ia tetap yakin kalau dibalik semua peristiwa itu akan ada hal yang lebih berharga yang akan dia terima.

Kemudian dirnya mulai menghubungi teman-temannya dan kemudian berbagi pengalaman dengan mereka. Hingga tak lama kemudian senyum sudah terkembang menghiasi wajahnya kembali. dan ia dapat beraktifitas seperti sediakala.

Adapun hikmah yang dapat kita raih dari sebuah kejadian sederhana diatas adalah:

1) Allah Maha Berkehendak atas segala sesuatu.

Sangat mudah bagi Allah untuk mengubah suatu kejadian, dari kebahagiaan menjadi kesedihan. Dalam waktu yang singkat ataupun dengan cara yang sederhana sekalipun.

2) Kita tidak bisa mengubah takdir.

Semua itu perlu kita sadari sehingga kita selalu bersiap diri untuk menghadapinya. Allah yang menguasai masa depan kita, menguasai diri kita, mengetahui semua kebutuhan kita serta hal-hal lain yang berada disekitarnya. Maka serahkan dan percayakan hidup ini hanya padanya.

3) Kesempatan yang pada awalnya tiada, kembali tiada.

Jika suatu saat Allah akan mengambilnya kembali, kenapa harus sedih, kecewa ataupun marah? Bukankah perasaan sedih hanyalah sebagian kecil hal yang berada dalam diri kita.

Padahal Allah masih memberi banyak kesempatan untuk mendulang pahala dengan berbagai cara, misalnya: bersyukur, berikhtiar, berikhtiar atau bertobat. Seandainya, Allah telah mencabut semua nikmat itu, kemana lagi kita minta pertolongan?

Siap tidak siap, kita tak memiliki pilihan. Hanya saja, apakah kita bisa bersyukur, ridho serta bersabar atas apa yang telah Allah tetapkan. Kita memang kehilangan tapi dibaliknya ada pahala yang jauh lebih berharga.

Seringkali manusia lupa untuk bersyukur dan merasa berat untuk bersabar. Padahal sebenarnya rasa syukur dan sabar itu akan mwngantarkan kita ke dalam indahnya kehidupan.

Allahu alam bishowab,

v

Bandung, 20 Januari 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar