Jumat, 10 Agustus 2012

Wasiat Seekor Nyamuk

Bukan inginku menjadi seekor nyamuk. Semenjak hadir di dunia ini mahluk yang bernama manusia menyebutku begitu. Tapi mereka selalu memusuhi bangsa kami sejak jaman para leluhur hingga anak cucunya seperti aku ini.
Seandainya aku dapat memilih. Aku juga ingin di takdirkan menjadi seorang manusia seperti mereka. Mahluk Allah yang begitu sempurna penciptaan bentuknya, yang diberikan akal pikiran serta diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidupnya. Kadang aku tak pernah mengerti kenapa Allah memberikan begitu banyak anugerah-Nya sedangkan mereka jarang sekali menyadari apalagi sampai mensyukurinya.
Memang, sebagian dari kami  menyebarkan beberapa jenis penyakit seperti: Cikungunya, Demam Berdarah, Malaria, dsb. Tapi tolong diingat, hanya sebagian saja. Tidak semua bangsa kami menjadi penyebar penyakit. Hanya satu dua tetes darah yang kami hisap setiap harinya demi menyambung hidup. Padahal demi mndapatkannya kami harus meregang nyawa setiap saat. Bagaimana dengan manusia, pernahkah mereka  sampai melakukan hal yang sama untuk mendapatkannya? Rasanya tidak. Tapi kenapa mereka selalu mengangggap kami sebagai sumber malapetaka yang menyebabkan kematian. Bukankah penyebab kematian itu bisa datang dari mana saja?
Apa mereka tidak pernah sadar. Dengan adanya mahluk seperti kami, mereka mau membersihkan tempat tinggalnya. Kemudian membuat pabrik obat pembasmi serangga dengan beragam jenis.. Mulai dari yang dibakar, dioles atau dalam bentuk spray sekalipun. Ada juga bentuk yang paling modern  yaitu dalam bentuk elektrik. Sehingga mereka bisa memiliki lapangan pekerjaan  dan mampu menghidupi anak dan istrinya. Membuat asap di dapur tetap mengepul dan anak-anak mereka tidak sampai putus sekolah. Apa semua itu tidaklah cukup?
Andaikan aku dapat memilih, aku juga tidak ingin menjadi seekor nyamuk dan melukai manusia. Mau bagaimana lagi semua sudah menjadi hukum alam bahwa makanan seekor nyamuk itu adalah darah terutama darah manusia.
Sungguh, aku tak pernah menyesal bila ditakdirkan hidup hanya menjadi nyamuk.  Seekor mahluk kecil yang hidupnya hanya sesaat. Kuharap dalam hidupanku yang sesingkat ini, bisa menjadi pengabdianku kepada sang Khaliq daripada menjadi seorang manusia yang hanya bisa berbuat kerusakan dimuka bumi serta menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan-Nya. Semoga…

Tak Lebih Tahu

Awalnya, aku merasa cukup beruntung menjalani kehidupan yang datar-datar saja, pengalaman yang biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa dalam keseharian. Bahkan lebih tepatnya, kehidupan yang kujalani hanyalah menghabiskan waktu dengan menjalani rutinitas.
Prinsip hidupku juga nggak aneh-aneh “Jangan berani mencoba, bila tak ingin terjerumus." Namun kehidupan telah mengajarkanku begitu banyak hal. Bahwa prinsip hidupku selama ini,  ternyata salah. Justru tanpa berani mencoba, kita takkan pernah punya pengalaman apa-apa. 
 Tak ada istilah bolos kuliah, pulang malam, nongkrong di mall, ikutan demo ke sana sini, serta seabrek kegiatan lainnya mampir dalam kamusku. Padahal, sederet kegiatan tersebut tak pernah absen dalam buku agenda teman-teman.
Suatu hari ada salah seorang teman nyelutuk “Hidup lu, garing amat. Emangnya, nyaman dengan semua ini? Gambar aja terasa gak matching kalo cuma item putih. Masa hidup yang cuma sekali ini gak elu warnai juga?”
“Nggak, gua bukan tukang gambar ataupun tukang lukis!” ucapku sambil melengos pergi. Diiringi tatapan kesal darinya, karena gak bisa nerusin ceramahnya kali ini.
Biarpun hatiku rada berasap, jujur kuakui kalo perkataannya memang ada benarnya. Dari bayi sampai segede gini, aku memang dibesarkan di kota kembang tercinta. Tapi kalo ditanya dimana tukang kembang, wuih pasti kelimpungan karena nggak tau. Hmm, dimana ya! Kata orang sih, di seputaran Jl. Dewi sartika, sentra bunga balubur sama daerah cihideung- lembang. Bener nggaknya, aku juga gak lebih tahu.
Dan yang paling bikin aku kelimpungan, kalau beberapa kenalan atau saudara yang tinggal diluar kota, minta diantar berkeliling kota. Tanya ini dan itu, mengenai kota kembang. Namun dari sekian banyak pertanyaan tak pernah jauh dari tempat makan, tempat belanja, tempat wisata, ataupun mesjid.
Mesjid…? Kalau bicara mengenai rumah Allah yang satu ini, aku harus kembali menutup wajah...alias malu. Biarpun, usiaku sudah melampaui seperempat abad tapi pengetahuanku mengenai mesjid-mesjid yang bertebaran di kota kembang ini tak lebih baik dari anak SD.
Semua keindahan dan kemegahan yang ada, hanya dapat aku nikmati melalui media masa serta mendengar apa kata orang. Sepertinya aku harus benar-benar mengubah prinsip hidupku ini. Kalau kita selalu menutup diri dari dunia luar selamanya. Bisa jadi, hidupku ini tak akan pernah berubah, pengalaman yang kumiliki hanya monoton saja. Tak indah dan tak berwarna, seperti kata temanku.
Aku jadi teringat salah satu firman Allah yang mengatakan kalau Allah tak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum dia mengubah nasibnya sendiri. Jadi… aku harus mulai berubah ya… tapi harus mulai dari mana?  
 Hmm mungkin, aku harus memulainya dari hal yang dianggap paling penting yaitu Mesjid. Dari sekian banyak mesjid yang berdiri di kota kembang, ada satu tempat yang membuatku penasaran yaitu mesjid Salman – ITB. Kenapa? Informasi mengenai mesjid yang satu ini agak bersimpang siur. 
Biarpun dari namanya saja sudah terdengar seperti mesjid kampus. Tapi dari informasi yang bisa aku dapatkan kalau mesjid salman ini letaknya berada di luar kampus ITB. Lho kenapa bisa? Kali ini, aku harus membuktikan sendiri kebenarannya.
 Pokoknya, arah angkot  ke mesjid salman itu, lewat dekat rumahmu. Nanti bilang aja, minta turun di mesjid salman, katanya lagi
                Berbekalkan keingintahuan dan petunjuk tak lengkap dari seorang kenalan, aku pergi mencari keberadaan Mesjid Salman tersebut. Hingga satu waktu, angkot yang kutumpangi sudah memasuki kampus ITB tanpa terasa. Ternyata hanya menyisakan aku seorang.
“Mo, kemana neng?” sapa pak supir
“Mo ke mesjid Salman, di mana ya!” akhirnya meluncur juga pertanyaan dari mulutku.
“Mesjid Salman…? Emang ada ya, saya sih gak tahu, neng!”
“Uuh, gimana sih! Tadi waktu ditanyain mesjid Salman, ngangguk,” protesku kesal. “Yaa..udah, saya turun disini aja!  lanjutku lagi.
“Maaf ya neng! Bapak gak bisa bantu. Tapi kalo nggak salah ada sebuah mesjid besar  di depan. Coba cari tahu di sana deh!” ucap sopir itu sembari melarikan angkotnya.
Selepas angkot itu pergi, giliran aku yang bingung, dongkol, kesel dan juga sebel. Berjalan menyusuri jalanan yang sepi, sendirian. Diantara pepohonan besar yang menghiasi tiap sisinya. Kalau melihat lingkaran batangnya yang besar, pasti pepohonan untuk telah hidup lama di tempat itu. Angin kesejukan meraih punggungku.
Ah, segarnya…! rasanya, semua perasaan tak enak ini menguap begitu saja.
Hanya melaju beberapa langkah saja, kaki ini sudah tiba di depan gerbang sebuah mesjid besar. Kuputuskan untuk mampir sebentar kesana sebelum melanjutkan perjalanan.
Saat pertama kali menginjakkan kaki di halamannya, suasana familiar sudah bisa kurasakan.  Berbagai jenis kegiatan terlaksana di setiap sudutnya. Mulai dari pengajian, kajian, les privat hingga rapat.
Kalau diamati lebih jeli, mesjid ini memiliki keunikan pada bagian atapnya. Bagian atap yang bentuknya dome (kubah), menggunakan balok beton berbentuk cekung yang berprestressed dengan dihiasi kaca patri berwarna. Dan polesan terakhir terletak pada lapisan terluarnya, yang menggunakan kayu sirap. Arsitektur bangunannya, benar-benar yang unik.
Semilir angin membawa sebuah pamlet melayang ke hadapanku. Dari pamplet itu, barulah aku sadari kalau mesjid besar di depan mataku ini ternyata mesjid Salman yang selama ini aku cari. Inilah akhir dari pencarianku, yang kutemukan tanpa sengaja .
****

Salman – ITB, 5 Januari 2006

Hari Kamis

Ketika membaca salah salah satu cerpen seorang teman, jari ini ikut tergerak menguntai kata ^_^

Hari kamis dulu...
paling aku tunggu dari semua hari yang datang menghampiriku.
Ada banyak kisah yang bisa merubah raut wajah dalam sekejap...

Hari kamis dulu...
Antara sukarela atau terpaksa, aku temui teman-teman baru
sambil asyik memunguti tebaran ilmu-ilmu yang bermanfaat

Hari kamis dulu...
Beragam karakter orang yang aku temui.
Mulai dari orang yang begitu peduli, bikin ulah, ngerecokin, temen ngobrol,
temen curhat sampai orang yang bikin aku kesel setengah mati...

Hari kamis dulu...
Hidup ini terasa lebih berwarna, seperti tumpukan permen dalam stoples.
Mmm, yummy!!

Hari kamis sekarang...
Semua itu tak pernah ada lagi.
Terasa aneh memang, seperti ada yang mengambang dan  hilang.
Meski demikian, kehidupan harus tetap bergulir,
dengan atau tanpa adanya mereka disisiku....

Penghujung Ramadhan 1430 H

Hawa yang Beda

Kali ini, terasa ada yang beda
Beda dari hawanya yang tak biasa
                                                                
Di permulaan Ramadhan ini..
Kuhamparkan selembar harap
agar ibadahku tak ternoda
hingga terasa lebih bermakna

Diantara setumpuk luka
dan segenggam kebahagiaan
Kutitipkan keresahan pada dunia
Kutitipkan kerinduan pada manusia
Satu bulan ini saja…

Saat menanti berbuka, 25 Agustus 2009

Kamis, 02 Agustus 2012

Wortel Bantu Cegah Kepikunan

Ghiboo.com  
Salah satu menjaga kebugaran otak ternyata tak hanya dengan senam otak atau permainan yang merangsang kinerja otak. Namun, nutrisi juga diperlukan.
Temuan terbaru menunjukkan bahwa wortel memberikan kebaikan agar otak tetap awet muda. Peneliti dari University of Illinois menunjukkan rutin mengonsumsi wortel membantu menunda penuaan kognitif, seperti berpikir, mengingat dan logika.

Senyawa luteolin menjadi pahlawannya. Senyawa yang juga banyak terkandung dalam minyak zaitun, paprika, seledri, peppermint, rosemary dan chamomile ini mengurangi peradangan otak yang menjadi faktor penyebab masalah memori yang berkaitan dengan bertambahnya usia.

"Sebelumnya kami menemukan, selama masa penuaan, sel-sel mikroglial mengalami penurunan dan mulai memproduksi inflamasi sitokon secara berlebihan. Hal ini berkontribusi pada penuaan kognitif dan menjadi penyebab pengembangan penyakit neurodegenerative (menurunnya fungsi sel saraf)," Rodney Johnson.

Hasil ini sudah diujikan menggunakan tikus. Pada tikus dewasa, asupan luteolin terbukti memberikan berkontribusi pada masalah memori.
"Ketika kami memberikan luteolin pada tikus, zat ini mengurangi peradangan di otak secara signifikan. Pada saat yang sama, memori juga bekerja menjadi lebih baik. Bahkan, kualitas memori otak tikus tua sama dengan tikus muda," jelas peneliti Rodney Johnson dilansir melalui Healthdaynews (2/8).

'Pelangi Api' di Atas Florida Selatan

Oleh Staf OurAmazingPlanet | LiveScience.com

"Pelangi api" atau "fire rainbow" bukanlah api ataupun pelangi, tapi pemandangan ini sangat mengagumkan.

Secara teknis, penampakan ini disebut awan pelangi, fenomena yang sangat jarang dan disebabkan oleh awan serta tetesan air yang ukurannya relatif sama, menurut sebuah pernyataan dari NASA. Awan ini kemudian mengubah arah dan membengkokkan cahaya dengan cara serupa sehingga hasilnya adalah gelombang cahaya dan warna.



Awan ini kemudian menjadi mirip dengan pelangi sebenarnya, yang juga terbentuk oleh difraksi atau pengubahan arah cahaya, dan menghasilkan pola warna yang berganti-ganti dari biru, hijau, merah, ungu, dan kembali ke biru lagi.Fenomena ini tertangkap dalam foto spektakuler pada Selasa (31 Juli) di awan-awan di atas Florida Selatan.

Meski awan pelangi memiliki warna seperti pelangi, cara penyebaran cahaya untuk menghasilkan fenomena tersebut berbeda. Pelangi terbentuk oleh refraksi dan bayangan. Saat cahaya terefraksi, ia dibengkokkan melalui sebuah medium dengan ketebalan berbeda, seperti air atau prisma. Bayangan cahaya meninggalkan permukaan dengan sudut yang sama seperti saat ia jatuh. Difraksi menyebabkan gelombang cahaya tersebar dengan pola seperti cincin.
Sama seperti objek pelangi lainnya, seperti bulu burung merak, warna-warna berubah tergantung pada posisinya terhadap matahari dan objek lain.Fenomena seperti ini biasanya terjadi di awan yang baru terbentuk, dan inilah terjadi di Florida Selatan. Menurut Weather Channel, ada awan-awan pileus yang terbentuk dengan cepat karena badai halilintar mendorong udara ke atmosfer atas melalui lapisan lembap. Hal ini menyebabkan awan seperti asap yang membentuk kubah di atas badai.

Awan pelangi bukanlah circumhorizontal arc, fenomena optik yang terjadi akibat kristal es sehingga membentuk garis-garis warna paralel dengan cakrawala.

B4 Beduk Ramadhan 1433 H


Kalau biasanya, hari-hari Ramadhanku selalu dipenuhi dengan berbagai aktifitas yang menyita waktu. Hingga akhirnya, Ramadhan pun usai tanpa terasa. Tapi kali ini, Ramadhanku terasa beda dari biasanya.
Meski sudah menginjak hari kelima Ramadhan, tak ada satu pun jadwal kegiatan yang sudah masuk dalam agendaku. Rutinitas harianku hanya sebatas mempersiapkan menu sahur dan berbuka puasa bagi kami sekeluarga.
Maka, ketika salah seorang sahabat di FlpBandung mengajakku untuk berbuka puasa bersama pada tanggal 29 Juli nanti di Saung Awi – Gegerkalong, aku setuju saja. Rasanya, sudah cukup lama aku tidak bersilaturahmi dengan mereka.
Beberapa hari berselang, aku juga mendapat info tentang sebuah acara B4 Beduk Ramadhan 1433H yang digagas oleh pak Bambang Trim. Acara ini terselenggara atas kerjasama antara Dixigraf Publishing Service, Penerbit Pandu Aksara serta toko buku Gramedia.
Sebenarnya acara tersebut sudah diadakan lebih dulu di Gramedia Depok pada tanggal 22 Juli lalu. Nah kali ini, giliran Bandung mendapatkan kesempatan yang sama di Gramedia Merdeka pada tanggal 29 Juli ini.
Waah, kesempatan emas nih! Kapan lagi ada pelatihan gratis oleh salah seorang praktisi perbukuan Nasional. Bukan hanya itu, tempat pelaksanaannya tidak begitu jauh dari rumah. Hanya cukup sekali naik angkot dan membutuhkan waktu sekitar 30 menit saja.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung mendaftar. Apalagi jumlah pesertanya yang dibatasi hanya 40 orang. Untunglah, masih ada tempat tersisa untukku. Fuih, aku menarik nafas lega. Tapi kenapa masih ada yang terasa mengganjal di hatiku. Apa ya?
Ya Ampuun, bukannya pada tanggal segitu aku sudah membuat janji lebih dulu dengan teman-teman di FlpBandung? Ah, kenapa aku bisa jadi pelupa seperti ini? Lalu sekarang, sebaiknya aku pilih yang mana? Rasanya, kedua acara itu sama-sama penting untukku.
Hhh, apa aku menyusul saja? Selepas acara B4 BEDUK usai, aku langsung menuju ke Saung Awi. Tapi kan, jalanan sekitar daerah Setiabudhi, Cipaganti selalu macet di akhir pekan. Apalagi saat-saat menjelang waktu berbuka puasa, kemacetan sudah tidak bisa dihindari lagi pastinya.
Lagipula, jarak antara jalan Merdeka dengan daerah gegerkalong itu cukup jauh. Apa mungkin aku bisa tiba di sana hanya dalam waktu 30 menit? Rasanya sungguh mustahil. Kalau sudah begitu, lalu aku bakal berbuka puasa dimana nanti?
Palingan, aku bakal tiba di sana ketika orang lain tengah bersiap melaksanakan shalat Tarawih. Apalagi katanya, Saung Awi ini berada dalam kawasan pesantren Darut Tauhid yang terkenal. Aku langsung menutup muka.
Tak cukup sampai di situ, aku juga harus mampu memprediksi. Kira-kira, hingga jam berapa kami berada di Saung Awi? Sementara itu, aku tak bisa berlama-lama bersama mereka. Aku  harus segera pulang dan siap terjaga mulai pukul dua dini hari.
Dengan berbagai pertimbangan inilah, aku memilih ikut acara B4 BEDUK bersama pak Bambang Trim di Gramedia – Merdeka saja. Sebaiknya, aku segera meminta maaf pada teman-teman di FlpBandung.
****

Satu hari menjelang acara berlangsung, pak Bambang Trim masih mencari seorang moderator untuk acaranya. Dengan iming-iming, akan mendapatkan berbagai keuntungan. Diantaranya: bisa mempromosikan dirinya, mendapat posisi strategis untuk berfoto, mendapat honor serta mendapat kesempatan mengerjakan proyek bersama beliau.
Sungguh, aku begitu tergiur dengan tawarannya yang menggoda. Hanya saja, aku belum pernah menjadi seorang moderator sekalipun. Entah kenapa, tangan ini tergerak untuk segera menulis pesan singkat padanya. Benar saja, dugaanku. Beliau malah menyangka aku bersedia menjadi moderator untuk acaranya. Padahal sebenarnya, aku hanya ingin menyapa beliau saja.
Pak Bambang bilang, apa salahnya kalau dicoba. Format acaranya juga sederhana, santai saja. Ah, benar juga. Kapan lagi aku punya kesempatan langka seperti ini. Apa salahnya aku coba, itung-itung uji nyali. :D
Hingga akhirnya, waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Aku tiba di tempat acara dengan hati berdebar. Bagaimana kalau acara tersebut malah jadi kacau balau gara-gara aku. Ditambah tempat acaranya yang sangat strategis, membuat nyaliku bertambah ciut.
Meski pada awalnya, hampir semua yang hadir itu perempuan, tapi lambat laun  para lelaki pun mulai berdatangan. Ruangan yang sempit pun menjadi penuh sesak hingga ke dekat pintu.
Di luar dugaan, sebagian besar para pesertanya ternyata teman-temanku di Forum Penulis Bacaan Anak. Sehingga aku tidak merasa canggung dan kaku lagi. Acara pun berlangsung dengan seru. Bahkan hingga acara hampir berakhir, masih banyak doorprize yang belum dibagikan. Semua berjalan dengan lancar, Alhamdulillah