Senin, 17 Mei 2010

Sisakan satu untukku

Mempertahankan sebuah persahabatan bukanlah perkara gampang. Apabila tidak disertai dengan perasaan saling mengerti dan saling menghargai, tentunya semua itu sulit untuk dipertahankan. Bersama saudara seiman pun, bukanlah perkara mudah. Apalagi untuk kami berdua yang memiliki keyakinan yang berbeda. Tapi syukurlah kami bisa melaluinya sampai sekarang.

Tujuh tahun, bukanlah waktu yang sebentar. Selama aku mengenalnya, dia adalah sosok sahabat yang cukup sempurna dimataku. Kenapa tidak? Dia baik, pengertian, selalu berada disampingku baik dalam suka maupun duka. Dia juga tak pernah mempermasalahkan perbedaan ini. Justru dia selalu mengingatkan aku akan pentingnya hubungan manusia dengan penciptanya.

Masih lekat dalam ingatan, empat tahun yang lalu. Disaat aku berada di tempat terasing yang sunyi, disaat semua teman-teman lain mulai meninggalkan aku, dia adalah satu-satunya orang yang tetap setia berada disampingku.

Namun, manusia memang tidak ada yang sempurna, begitulah keadaannya. Sebaik dan sesempurna apapun dirinya, dia masih saja memiliki kekurangan. Sedekat apapun hubungan ini, tetap saja kami dipisahkan oleh sebuah jurang yang bernama akidah.

Andai boleh memilih, aku juga ingin seperti orang lain yang memiliki seorang sahabat yang seakidah denganku. Tapi jalan hdupku memang seperti ini. Allah telah mengirim dirinya untuk menjadi sahabatku.

Mungkin persahabatan ini bisa diibaratkan sebagai air dan minyak, yang ditempatkan dalam dua gelas yang berbeda di mana keduanya bisa hidup berdampingan tanpa ada yang terganggu. Ya, seperti kami berdua yang tetap menjalin persahabatan walaupun berbeda keyakinan. Namun air dan minyak itu takkan pernah bisa menyatu meskipun disatukan dalam satu gelas yang sama. Begitupun hubungan dirinya dengan seseorang.

Terkadang aku merasa prihatin akan nasibnya yang selalu gagal untuk merajut kasih dengan seseorang, hanya karena semua kekasihnya memiliki keyakinan yang berbeda dengannya. Dan hal itu telah berulang kali terjadi.

Seandainya saja dia mau mengalah dan memutuskan untuk mengucapkan ‘dua kalimah Syahadat, tentu semua itu akan terasa mudah. Sebuah keputusan yang telah ditunggu oleh sekian banyak orang termasuk aku serta kekasihnya. Sungguh, setiap saat aku selalu menanti dia akan mengucapkan hal itu. Sayangnya, sampai detik ini pun dia tidak pernah pernah mau meninggalkan keyakinannya.

Hanyalah Allah yang berhak menentukan sebuah hidayah itu dapat hadir dalam hati seseorang. Bagi Rasulullah sendiri orang yang paling dicintai Allah, orang yang do’anya paling didengarkan dan dikabulkan Allah, beliau tidak berhasil menuntun pamannya untuk mengucapkan ‘dua kalimah sahadat’ sampai diakhir hidupnya. Meskipun kita semua tahu bagaimana pengorbanannya yang habis-habisan membantu perjuangan keponakannya untuk menegakkan dien Islam.

Bagaimana dengan diriku? Andaikan boleh, aku ingin Allah menyisakan satu saja, hidayah itu untuknya. Aku ingin memberikan hadiah itu padanya. Selama ini, aku akan terus berharap, akan adanya sebuah keajaiban yang muncul. Bukankah tak ada hal yang tidak mungkin bila Allah telah berkehendak.

Ya Robbana, wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati manusia, tunjukkanlah dia kembali ke jalan-Mu hingga dirinya dapat berkumpul bersama kami, orang-orang yang mencintainya.

v

Bandung 12 Maret 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar