Senin, 10 September 2012

Silaturahim 1433 H


Ketika Ramadhan akan segera berakhir, sepertinya semua orang mulai sibuk lebaran. Ada yang mulai mempersiapkan mudik ke kampung halaman, sibuk mencari baju lebaran, membuat kue, bahkan beritikaf di sepuluh hari terakhir.
Namun lain halnya denganku. Aku merasa tak ada yang istimewa dengan lebaran kali ini. Semua berlalu begitu saja, tak ada bedanya dengan tahun-tahun sebelumnya. Mungkin, lantaran beberapa target yang ingin kucapai, terbengkalai di tengah jalan, entahlah.
Tak seperti Ramadhan sebelumnya, hari-hariku dipenuhi dengan sejumlah aktifitas dan kegiatan. Namun kali ini benar-benar berbeda. Kalau tak salah ingat, aku hanya bisa keluar rumah sesekali. mungkin dihitung dengan jari, saking jarangnya. Suntuk juga, ternyata.
   Sejujurnya, aku mulai bosan dengan keadaan di hadapanku. Menghadapi pekerjaan rumah tak pernah ada habisnya, setiap hari.  Ingin rasanya, aku mulai mengubah keadaan. Biar tidak terlalu membosankan seperti saat ini.  
Pagi itu, rumahku masih semerawut. Seperti tahun-tahun sebelumnya, hiporia lebaran hanya terasa pada satu hari jelang lebaran dan keesokannya. Selebihnya, semua terasa biasa sama seperti hari-hari lainnya. Justru lebih sepi dari biasa. Karena ditinggal mudik, silaturahim ke kerabat jauh, tadzkiah kubur atau bahkan ramai-ramai mengunjungi tempat rekreasi.
Di luar dugaan, Kang Adew mengirimiku sebuah sms. Sekedar memberi ucapan Idul Fitri serta mengajakku bersilaturahim ke rumah Uchi, nanti sore. Karena kebetulan masih belum ada agenda lain, aku langsung menyetujuinya.
Bagi orang yang berdomisili di Bandung, seperti kami. Terkadang kami malah bingung hendak pergi ke mana. Sementara teman atau sahabat terdekat sedang asyik bercengkrama dengan keluarganya di kampung halaman. 
Sama halnya, seperti kota besar lainnya. Jalanan di kota Bandung tampak lengang ditinggal penghuninya. Meski tak ada kemacetan yang berarti,  tidak membuat perjalananku menuju ke rumah Uchi lebih lancar dari biasanya. Justru kebalikannya, angkutan umum malah lebih banyak mengetem mencari penumpang.
Hingga akhirnya, aku berhasil sampai juga di tempat tujuan. Rupanya, sudah ada k’Opik, K’Wildan, K’Gun, k’Adew dan Riksa, Mas Agus dan Haris yang sudah datang lebih dulu. Eh tunggu! Kenapa aku merasa ada yang aneh? Tentu saja, cuma aku satu-satunya tamu perempuan yang datang.
Beragam kue dan kudapan terhidang di hadapan. Mulai dari makanan tradisional seperti opak dan rengginang hingga aneka jus serta kue unik, tersaji di hadapan kami. Ada kue keju, kue kacang polong, kue rainbow hingga tart lebaran. Aku begitu tergoda dengan rasa coklatnya yang benar-benar menggugah selera. Belum lagi, ketupat dan rendang yang sudah lama menunggu di ruang makan. Rasanya, semua itu membuat kami enggan pulang.
Tapi malam tak bisa dihindarkan. Gelap sudah semakin pekat di luar. Ditambah perut yang sudah kekenyangan.  Rasa kantuk benar-benar mengajak kami untuk segera pamit pulang.
****

Esok, siangnya aku dan Uchi kembali bertemu. Rencananya, kami berdua hendak  bersilaturahmi ke keluarga almarhumah T’Yuni. Mungkin,  karena rencana yang begitu mendadak, kami tak  bisa mengajak teman-teman lain untuk ikut serta. Hanya berdua pun, sudah cukup mewakili bukan?
Mulanya kami ragu, apa mereka ada di rumah atau malah mudik ke Solo, kampung halamannya. Lagipula, kami juga belum sempat menghubungi Agung adiknya. Tapi, masa sih kami harus balik lagi membawa buah tangan ala kadarnya ini?
Ah sudahlah, kami nekat saja mendatangi rumahnya. Kalau pun mereka benar-benar tidak ada, toh kami masih bisa menitipkannya pada tetangga. Beruntung, mereka masih ada di rumah. Padahal Agung sedang bersiap, akan berangkat ke Solo nanti malam. Andai saja kami datang keesokan harinya, tentu kami takkan seberuntung ini.
Kedatangan kami disambut hangat oleh ayah almarhumah. Kini mereka hanya tinggal berdua. Ternyata begitu banyak hal yang kami perbincangkan saat itu. Mulai dari cerita ayah tentang seputar kisah lebaran, hingga hobi lari marathonnya di masa muda.
Namun diantara sekian banyak obrolan yang ada, hatiku terenyuh saat beliau bilang, “Goreng kacang kegosongan. Bahkan bikin ketupat pun gagal total, alias gak bisa di makan sama sekali..
Ya begitulah, rasanya miris juga saat melihat kondisi rumah tanpa sentuhan seorang wanita. Tanpa terasa, waktu sudah semakin sore. Kami berdua pun berpamitan pulang. Ketika melalui Taman Makam Pahlawan Cikutra, rupanya masih terlihat ramai oleh para peziarah.
Mungkin karena masih dalam suasana Lebaran. Hingga banyak orang yang datang berziarah ke makam keluarga ataupun keluarganya. Apalagi buat orang-orang yang tinggal jauh. Mungkin moment seperti ini, hanya ada setahun sekali.
Banyak pula diantara mereka yang sengaja datang sore. Biar tak kepanasan saat berdesak-desakan di makam, begitu katanya. Maka tak heran bila banyak pedagang yang sengaja memanfaatkan kesempatan ini.
Lihat saja! Pelataran makam yang luas dan biasanya sepi ini. Kini tampak ramai dan dipenuhi oleh para pedagang aneka jajanan pengusir lapar. Bahkan  kalau tak salah lihat, beberapa anak tampak gembira menaiki komidi putar.
Sepertinya, mereka tak ingin melewatkan rezeki yang melimpah begitu saja. Ah, aku jadi tidak mengerti apa niat mereka sebenarnya. Ziarah kubur ataukah rekreasi keluarga yang murah meriah?

Bersambung…