Ketika
Ramadhan akan segera berakhir, sepertinya semua orang mulai sibuk lebaran. Ada
yang mulai mempersiapkan mudik ke kampung halaman, sibuk mencari baju lebaran,
membuat kue, bahkan beritikaf di sepuluh hari terakhir.
Namun lain
halnya denganku. Aku merasa tak ada yang istimewa dengan lebaran kali ini.
Semua berlalu begitu saja, tak ada bedanya dengan tahun-tahun sebelumnya.
Mungkin, lantaran beberapa target yang ingin kucapai, terbengkalai di tengah
jalan, entahlah.
Tak seperti
Ramadhan sebelumnya, hari-hariku dipenuhi dengan sejumlah aktifitas dan
kegiatan. Namun kali ini benar-benar berbeda. Kalau tak salah ingat, aku hanya
bisa keluar rumah sesekali. mungkin dihitung dengan jari, saking jarangnya.
Suntuk juga, ternyata.
Sejujurnya, aku mulai bosan dengan keadaan
di hadapanku. Menghadapi pekerjaan rumah tak pernah ada habisnya, setiap
hari. Ingin rasanya, aku mulai mengubah
keadaan. Biar tidak terlalu membosankan seperti saat ini.
Pagi itu,
rumahku masih semerawut. Seperti tahun-tahun sebelumnya, hiporia lebaran hanya
terasa pada satu hari jelang lebaran dan keesokannya. Selebihnya, semua terasa
biasa sama seperti hari-hari lainnya. Justru lebih sepi dari biasa. Karena
ditinggal mudik, silaturahim ke kerabat jauh, tadzkiah kubur atau bahkan ramai-ramai
mengunjungi tempat rekreasi.
Di luar
dugaan, Kang Adew mengirimiku sebuah sms. Sekedar memberi ucapan Idul Fitri
serta mengajakku bersilaturahim ke rumah Uchi, nanti sore. Karena kebetulan
masih belum ada agenda lain, aku langsung menyetujuinya.
Bagi orang
yang berdomisili di Bandung, seperti kami. Terkadang kami malah bingung hendak
pergi ke mana. Sementara teman atau sahabat terdekat sedang asyik bercengkrama
dengan keluarganya di kampung halaman.
Sama halnya,
seperti kota besar lainnya. Jalanan di kota Bandung tampak lengang ditinggal
penghuninya. Meski tak ada kemacetan yang berarti, tidak membuat perjalananku menuju ke rumah
Uchi lebih lancar dari biasanya. Justru kebalikannya, angkutan umum malah lebih
banyak mengetem mencari penumpang.
Hingga
akhirnya, aku berhasil sampai juga di tempat tujuan. Rupanya, sudah ada k’Opik,
K’Wildan, K’Gun, k’Adew dan Riksa, Mas Agus dan Haris yang sudah datang lebih
dulu. Eh tunggu! Kenapa aku merasa ada yang aneh? Tentu saja, cuma aku
satu-satunya tamu perempuan yang datang.
Beragam kue
dan kudapan terhidang di hadapan. Mulai dari makanan tradisional seperti opak
dan rengginang hingga aneka jus serta kue unik, tersaji di hadapan kami. Ada
kue keju, kue kacang polong, kue rainbow hingga tart lebaran. Aku begitu
tergoda dengan rasa coklatnya yang benar-benar menggugah selera. Belum lagi,
ketupat dan rendang yang sudah lama menunggu di ruang makan. Rasanya, semua itu
membuat kami enggan pulang.
Tapi malam
tak bisa dihindarkan. Gelap sudah semakin pekat di luar. Ditambah perut yang
sudah kekenyangan. Rasa kantuk
benar-benar mengajak kami untuk segera pamit pulang.
****
Esok,
siangnya aku dan Uchi kembali bertemu. Rencananya, kami berdua hendak bersilaturahmi ke keluarga almarhumah T’Yuni.
Mungkin, karena rencana yang begitu
mendadak, kami tak bisa mengajak teman-teman
lain untuk ikut serta. Hanya berdua pun, sudah cukup mewakili bukan?
Mulanya kami
ragu, apa mereka ada di rumah atau malah mudik ke Solo, kampung halamannya.
Lagipula, kami juga belum sempat menghubungi Agung adiknya. Tapi, masa sih kami
harus balik lagi membawa buah tangan ala kadarnya ini?
Ah sudahlah,
kami nekat saja mendatangi rumahnya. Kalau pun mereka benar-benar tidak ada,
toh kami masih bisa menitipkannya pada tetangga. Beruntung, mereka masih ada di
rumah. Padahal Agung sedang bersiap, akan berangkat ke Solo nanti malam. Andai
saja kami datang keesokan harinya, tentu kami takkan seberuntung ini.
Kedatangan kami
disambut hangat oleh ayah almarhumah. Kini mereka hanya tinggal berdua. Ternyata
begitu banyak hal yang kami perbincangkan saat itu. Mulai dari cerita ayah tentang
seputar kisah lebaran, hingga hobi lari marathonnya di masa muda.
Namun
diantara sekian banyak obrolan yang ada, hatiku terenyuh saat beliau bilang, “Goreng kacang kegosongan. Bahkan bikin
ketupat pun gagal total, alias gak bisa di makan sama sekali..”
Ya
begitulah, rasanya miris juga saat melihat kondisi rumah tanpa sentuhan seorang
wanita. Tanpa terasa, waktu sudah semakin sore. Kami berdua pun berpamitan
pulang. Ketika melalui Taman Makam Pahlawan Cikutra, rupanya masih terlihat
ramai oleh para peziarah.
Mungkin
karena masih dalam suasana Lebaran. Hingga banyak orang yang datang berziarah
ke makam keluarga ataupun keluarganya. Apalagi buat orang-orang yang tinggal
jauh. Mungkin moment seperti ini, hanya ada setahun sekali.
Banyak pula
diantara mereka yang sengaja datang sore. Biar tak kepanasan saat
berdesak-desakan di makam, begitu katanya. Maka tak heran bila banyak pedagang
yang sengaja memanfaatkan kesempatan ini.
Lihat saja!
Pelataran makam yang luas dan biasanya sepi ini. Kini tampak ramai dan dipenuhi
oleh para pedagang aneka jajanan pengusir lapar. Bahkan kalau tak salah lihat, beberapa anak tampak
gembira menaiki komidi putar.
Sepertinya, mereka
tak ingin melewatkan rezeki yang melimpah begitu saja. Ah, aku jadi tidak
mengerti apa niat mereka sebenarnya. Ziarah kubur ataukah rekreasi keluarga
yang murah meriah?
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar