Kamis, 20 Mei 2010

Jangan Anggap Sepele


Berbuat baiklah pada sesama, jangan melihat siapa orangnya, apa kedudukannya serta dari mana asalnya. Lakukanlah dengan tulus iklas tanpa pamrih. Insya Allah, Allah akan membalasnya cepat atau lambat.

Bahkan Allah sendiri telah menjaminnya dalam Al Qur’an surat Al An’am ayat 160 yang artinya: “Barangsiapa beramal dengan satu perbuatan baik, Allah akan memberikan kepadanya sepuluh kali lipat dari amalan itu.”

Ibarat sebuah pepatah, siapa yang menanam tentu dia sendiri yang akan menuai hasilnya. Maka barangsiapa yang menebar kebaikan tentu kebaikan tersebut akan kembali pada dirinya sendiri.

Ungkapan tersebut memang bukan isapan jempol belaka karena aku sendiri pernah mengalaminya. Tapi apa sebenarnya amalan yang telah kulakukan sehingga Allah memberiku anugerah yang begitu besarnya.

Andai aku boleh jujur, aku bukanlah ahli ibadah. Shalat tahajud jarang sekali aku tunaikan, shodaqoh jariah pun hanya sebatas niat dan keinginan saja, tak pernah kulakukan karena kondisi ekonomi yang kekurangan. Aku hanya senang membantu para kecoa yang berusaha membalikkan badannya yang terbalik atau membebaskan seekor semut yang terjerumus ke dalam ember.

Sahabat, mungkin beberapa hal yang kulakukan hanyalah perbuatan sepele tapi sekecil apapun perbuatan tersebut tak pernah sia-sia dari pandangan-Nya. Hingga Allah segera membalasnya cepat atau lambat. Seperti pengalamanku berikut ini:

Kala itu, dalam suatu musim peralihan, empat tahun silam. Seperti biasanya aku terkena flu dengan gejala pada umumnya bersin, demam disertai batuk. Tapi sudah lebih dari sepekan, kondisiku tak kunjung membaik. Aku hanya menyangka kalau ini hanya flu berat saja. Aku tetap berobat ke dokter dan berkonsultasi dengannya mengenai keadaanku ini.

Dokter tersebut mengatakan kalau aku hanya mengalami alergi cuaca saja. Untuk hasil yang pasti, dia juga menyarankan agar aku menjalani beberapa pemeriksaan di labolatorium. Daripada penasaran aku menuruti sarannya. Aku menjalani beberapa pemeriksaan labolatorium di Rumah Sakit yang dekat dengan rumah.

Kami sekeluarga tentu menjadi panik saat mendengar hasil pemeriksaan yang mengatakan kalau kondisiku sangat memprihatinkan. Darahku jelek, paru-paruku bermasalah dan pemberian obat pun harus melalui selang infus.

Ah, masa sih? Aku tak percaya, aku merasa tubuhku baik-baik saja. Pihak Rumah Sakit menganjurkan agar aku segera ditangani oleh pihak yang berpengalaman yaitu di rawat di Rumah Sakit khusus Paru. Padahal letaknya sangat jauh dan terpencil.

Kata orang, Rumah Sakit itu sama saja dengan tempat pembuangan. Dengan kata lain, hanya orang-orang yang sudah tidak memiliki harapan hiduplah yang bersedia dirawat disana serta orang-orang yang hidupnya hanya menghitung waktu dan menanti hari yang bersedia tinggal disana.

Allah, apakah dosa yang kulakukan di masa lalu teramat banyak hingga Engkau menghukumku dengan mengirimku ke tempat seperti ini?

Pertama kali menginjakkan kaki ketempat itu…ngeri dan menyeramkan. Bagaimana tidak, suasana yang sepi dengan pemandangan sekeliling hanya dihiasi oleh pepohonan tua yang umurnya mungkin puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun.

Ketika mulai memasuki kamar inap, orang disebelahku mengatakan kalau semua peralatan makan atau mandiku sebagai pasien harus dipisahkan dari keluarga. Semua itu membuatku drop dan putus asa. Duh, rasanya aku sudah menjadi orang buangan. Apakah hidupku sudah tidak berguna lagi?

Untung saja, aku bertemu dengan salah seorang perawat yang bertugas disana. Di sela-sela tugasnya dia sering menghiburku. Selalu saja kejutan kecil dan ulah lucu yang dibuatnya hingga membuatku tersenyum.

Aku masih ingat ucapannya, Allah itu ada dimana-mana. Allah itu tidak pernah tidur apalagi sampai meninggalkan hambanya, terutama di tempat seperti ini. Nanti jika telah sembuh pasti kamu akan bersyukur atas nikmat sakit ini.

Jika ingin cepat sembuh aku harus menurut nasehat dokter hingga bisa cepat pulang. Apa kamu tidak rindu pada teman-temanmu? tanyanya suatu hari.

Tentu saja aku mengangguk setuju. Aku memang merindukan mereka semua. Berangkat dari sana, aku bertekad untuk sembuh. Harapan dan semangat hidup ini mulai kembali.

Benar saja, hal ini baru kurasakan sekarang. Dan aku sangat bersyukur bisa bertemu dengan orang seperti dia. Sebenarnya dia itu siapa? dan aku siapa? kami memang tidak pernah bertemu sebelumnya apalagi saling mengenal tapi dia begitu baik dan perhatian kepadaku. Sepertinya aku ini adalah orang yang telah lama dikenalnya. Semua itu dilakukannya semata-mata hanya demi kemanusiaan.

Sayangnya, saat aku pulang ke rumah, aku tidak sempat bertemu dengannya padahal aku ingin mengucapkan terima kasih. Dan sampai sekarang aku tak pernah bertemu dengannya lagi. Mungkin Allah memang mengutus dirinya untuk mengembalikan semangat hidupku. Ternyata di jaman serba canggih seperti sekarang, dimana orang-orang lebih mendewakan harta, masih ada orang yang berhati mulia seperti dirinya.

v


Bandung Utara, 17 Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar