Senin, 24 Mei 2010

Malin Kundang Milenium

Siapa yang tidak kenal dengan kisah ini. Kisah tentang seorang anak yang dikutuk menjadi batu karena durhaka terhadap ibunya. Dan, tidak semata-mata Allah memperlihatkannya kepada kita agar peristiwa itu bisa kita jadikan cerminan hingga takkan terulang lagi di masa yang akan datang.

Sayangnya di masa kini kisah Malin Kundang ini hanya menjadi sebuah cerita yang disebarkan secara turun menurun sebagai dongeng pengantar tidur belaka. Ataupun sebagai bagian kurikulum yang harus diajarkan kepada anak didik di sekolah. Bukan untuk diambil hikmahnya dan dijadikan pelajaran dalam kehidupan.

Dalam sebuah hadist, Abu Hurairah r.a berkata, “Telah datang kepada Rasulullah saw seorang laki-laki lalu bertanya “Ya Rasulullah, siapa orang yang patut kita hormati?” Rasul menjawab” Ibumu!” Dia bertanya lagi ,”kemudian siapa?” Rasulul menjawab ” Ibumu!” Dia bertanya lagi ,”kemudian siapa?” Rasulul menjawab ” Ibumu!” Dia bertanya lagi ,”kemudian siapa? “Ayahmu,” (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikian pentingnya kedudukan seorang Ibu dimata Rasulullah hingga Rasulullah sendiri sampai menyebutkannya beberapa kali. Bagaimanapun keadaan anaknya itu, sempurna atau tidak fisiknya, menjadi orang baik ataupun menjadi orang jahat sekalipun, pengorbanan dan kasih sayangnya selalu tulus, tak pernah berbalas dan tak ada habisnya sepanjang masa.

Setiap orang pasti memiliki Ibu. Dan sekarang, dimanakah dirinya? Apakah kita sudah bisa membahagiakannya atau hanya membuat hatinya terluka dan bersedih? Seringkali kita selalu menyia-nyiakan kesempatan untuk menemaninya namun setelah terlambat hanya menyisakan penyesalan yang tiada bertepi. Tak ada hal yang bisa diubah hanya dengan sebuah penyesalan.

Sayangnya, selama ini kita sebagai anaknya hanya bisa berlaku egois terhadapnya. Semua anjuran dan nasehat yang diberikannya selalu kita tanggapi dengan komentar negatif. Padahal beliau hanya bermaksud melindungi dan ingin memberikan hal terbaik bagi anaknya.

Kita selalu berceloteh ‘Ibu sih, gak pernah bisa ngertiin keinginan anak muda!’.

Beliau juga pernah muda, beliau juga pasti pernah merasakan apa yang sedang kita rasakan saat ini. Andai saja kita tahu, kalau sebenarnya beliau bisa mengerti keinginan kita walaupun dengan caranya sendiri.

Kita, anaknya selalu menuntut dirinya agar menjadi sosok sempurna dimata kita. Padahal seorang Ibu hanyalah manusia biasa yang tidak sempurna. Seandainya ibu kita adalah sosok yang membanggakan tentunya akan dihargai dan juga dihormati serta mungkin takkan menimbulkan persoalan. Namun, seandainya sosok itu tak pernah sesuai dengan apa yang kita harapkan, mungkin akan menimbulkan persoalan.

Di jaman milenium seperti saat ini, tak jarang seorang anak yang akan pergi mengadu nasib tak pernah lupa untuk meminta do’a restunya sebelum pergi. Padahal tanpa diminta pun, beliau selau mendoakan anaknya siang dan malam. Tapi, apa jadinya saat anak itu telah berhasil?

Disaat ibunya datang jauh-jauh hanya untuk menemui anaknya dan melepaskan rindu yang tertahan selama bertahun-tahun. Anak itu berpura-pura tidak mengenalnya. Dia malu mengakui sosok wanita kampung yang udik dengan penampilannya yang sederhana itu sebagai ibunya.

Padahal hati kecilnya merasa miris dan tak tega untuk melakukannya. Entah apa alasannya, apa untuk menutupi masa lalunya atau untuk menyelamatkan popularitas dan kedudukannya. Dia tetap memilih untuk membohongi semua orang.

Jadi apa bedanya prilaku anak itu dengan tokoh Malin Kundang dalam cerita. Sudah sepatutnya dia bersyukur karena Allah masih menyayangi hambanya dengan tak mengutuknya menjadi batu, meskipun mungkin saja prilakunya jauh lebih buruk lagi dari prilaku Malin Kundang.

Memang dari segi fisik, dirinya masih berwujud seorang manusia tapi pastilah Allah telah mengeraskan hatinya layaknya sebuah batu. Sepertinya, hal itu jauh lebih berat daripada kutukan Malin Kundang. Sebuah batu besar pun bisa pecah ataupun berbekas apabila terus ditempa air atau benda keras lainnya yang terus menghantamnya. Namun keras dan membatunya hati seorang manusia, hanya Allahlah yang bisa mengubahnya.

Sadarilah! Meskipun prilaku dan sikap seorang Ibu itu tak pernah berkenan dihati kita. Beliau tetaplah Ibu yang telah mengandung kita selama 9 bulan, yang telah melahirkan kita dengan mempertaruhkan nyawanya serta yang membesarkan kita dengan penuh kasih sayang hingga kita dapat mengenyam keberhasilan sampai sejauh ini. Tanpa kehadirannya, takkan pernah ada seorang Arsitek, Astronot, Dokter, Guru, Pilot, dan bahkan seorang Presiden sekalipun

Nah, bagi sahabat yang saat ini merasa Ibunya masih berada disampingnya, cepatlah meminta maaf dan segera berbakti padanya dengan apapun caranya. Andai kita tahu, berbakti padanya itu tak hanya dengan memberikan sejumlah materi saja namun dengan berprilaku yang dapat menyenangkan hatinya hingga tidak membuatnya bersedih. Hal itu juga lebih baik! Ayolah, mumpung belum terlambat!

Selama matahari masih terbit di ufuk timur, Allah masih membukakan pintu ampunan yang selebar-lebarnya. Masih banyak waktu untuk memperbaiki kehilafan yng telah kita lakukan pada Ibu. Tak ada kata terlambat untuk melakukan sebuah kebaikan. Dan seandainya Ibu kita sudah tak ada disamping kita lagi, masih banyak waktu bagi kita untuk mendo’akannya agar Allah memberikan tempat sebaik-baiknya disisi-Nya. Karena DIA maha Mendengar dan Maha Melihat, DIA pasti mengabulkan do’a kita semua.

X

Bandung 23 Desember’ 07

Just for my Mommy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar