Senin, 17 Mei 2010

Berkaca dalam kubangan lumpur

Kubangan lumpur, kotor. Begitu orang mengidentikkannya. Apalagi di musim penghujan seperti sekarang ini. Kubangan lumpur sering muncul dimana-mana. Siapa yang peduli dengan kehadirannya? Tak ada, paling hanya akan mengotori pakaian yang kita kenakan dengan cipratannya. Begitulah manusia, hanya mau menghargai suatu hal apabila hal tersebut dapat memberikan manfaat atau keuntungan bagi dirinya.

Tanpa disadari, sering kali kita melupakan kehadiran orang-orang yang berada disekitar. Apalagi kalau orang yang bersangkutan tidak pernah memberikan kontribusi sedikitpun bagi kita. Semua dianggap seolah tak pernah ada atau hanya dipandang dengan sebelah mata saja. Misalnya para Tuna Wisma/ gelandangan, Tuna Netra, Tuna Daksa, Tuna Grahita, dsb.

Dengan demikian apa bedanya kubangan lumpur itu dengan orang-orang yang berada disekitar kita. Dibalik penampilannya yang jelek, kotor dan kumal serta semua keterbatasan yang dimilikinya, mereka masih memiliki hal luar biasa yang tak pernah kita miliki.

Terkadang orang-orang terpelajar selalu merasa tinggi hati akan ilmu yang dimiliki hingga membuatnya lupa diri. Namun dirinya telah lupakan beberapa hal penting yang sangat berpengaruh dalam kehidupan. Dimana, hal-hal tersebut tak pernah bisa kita dapatkan di sekolah manapun.

Dari mereka, kita bisa banyak belajar mengenai hal-hal yang luar biasa yang tak pernah kita miliki. Dan apakah itu?

Ø Ketulusan

Sebisa mungkin, mereka selalu memberikan bantuan kepada siapa saja yang membutuhkan pertolongannya. Tulus ikhlas tanpa pandang bulu. Pernahkah kita berbuat demikian? Rasanya tidak atau mungkin belum.

Untuk memberikan bantuan kecil saja, terkadang kita sering mempertimbangkan banyak hal. Seperti: Kenal atau tidak, cantik atau tidak, berharta atau tidak.

Bukankah semua manusia itu kedudukannya sama dimata Tuhan, hanyalah keimanan dan ketakwaan yang membedakannya.

Ø Memiliki ahlaq dan budi pekerti yang luhur

Satu hal yang sering kita lupakan yaitu keramahan. Ya, keramahan selalu gratis dan tak pernah bisa diukur dengan materi. Kita tidak memerlukan biaya untuk bisa bersikap ramah kepada orang lain.

Tapi kenapa, keramahan itu terasa berat untuk kita lakukan? Bukankah kita ini lebih berpendidikan dari mereka? Apalah artinya pendidikan tinggi ini jika ahlaq dan budi pekerti yang sederhana saja sering kita lupakan. Mereka tidak penah menaruh perasaan curiga apalagi benci terhadap orang asing yang baru dikenalnya.

Kita sendiri..? justru kebalikannya. Kita sering menilai dan menghargai seseorang hanya dengan melihat penampilan luarnya saja. Kalau orang tersebut terlihat rapi dan berharta, tentu kita akan menghargainya tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun. Padahal mungkin saja orang itu akan bermaksud jahat. Akan tetapi, kalau orang tersebut berpenampilan kotor dan kumal, kita akan menjauhinya dengan penuh rasa curiga. Padahal mungkin saja orang itu akan memberikan keuntungan bagi kita.

Ø Semangat

Dari segi fisik dan materi kita memang masih memiliki nilai plus dari mereka. Tapi, untuk urusan semangat kidup, mereka lah ahlinya. Pernahkah kita mendengar seseorang yang mengalami kebutaan pemanen merasa stres dengan keadaannya? Tidak, justru dengan segala keistimewaan yang dimilikinya, mereka sanggup bertahan dan berusaha agar bisa sejajar dengan kita. Mereka tidak ingin dikasihani. Mereka tidak suka kalau kita memberikan perhatian yang lebih hanya karena keistimewaan yang dimilikinya.

Semangat yang mereka miliki sangat luar biasa. Dalam kamus mereka, tidak mengenal istilah bete, menyerah apalagi putus asa. Sangat berbanding terbalik dengan kita yang lebih banyak malas, godaan sedikit bete, masalah bertambah nyerah, ujung-ujungnya putus asa. Apa tidak malu dengan mereka?

Ø Tak pernah lupakan Sang Pencipta

Sesulit apapun situasi yang sedang dihadapinya. Mau kesulitan hidup yang terus menghimpit, dikejar-kejar kamtib, sampai sulitnya mencari nafkah. Umpamanya sekarang makan… besok tak tahu, besok makan…lusa tak tahu, begitu dan begitu seterusnya.

Mereka tak pernah memiliki perencanaan untuk masa depan seperti kita. Tapi mereka tak pernah mempermasalahkannya. Mereka selalu yakin kalau Tuhan akan selalu menyertai mereka dimana pun dan kapan pun. Bukankah Tuhan tidak akan membiarkan semua usaha mereka sia-sia?

Ada baiknya jika saat ini mungkin kita mulai berkaca dari kubangan lumpur yang kotor. Jangan hanya berkaca dari sebuah cermin yang jernih saja. Karena dari orang-orang sederhana seperti mereka yang dianggap jelek dan kotor lah, kita banyak mengambil pelajaran berharga.

Apalah artinya kesempurnaan fisik dan harta melimpah yang kita miliki. Tentunya semua itu akan jauh lebih bermakna lagi apabila disertai dengan ahlaq terpuji seperti saudara-saudara kita ini yang keberadaannya sering dilupakan

v

Taman Naga, penghujung Muharam 1428 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar