Senin, 17 Januari 2011

Persahabatan itu Anugerah Allah Untukku

Sejak duduk dibangku SMP aku memiliki seorang teman sebangku. Ternyata ia berbeda keyakinan denganku. Walaupun begitu aku tetap senang berteman dengannya karena orangnya baik, ramah dan supel serta tak pernah pandang bulu dalam pergaulan. Ia juga selalu memberi saran dan solusi akan masalah yang tengah kuhadapi saat itu.

Menurutku, perbedaan agama bukanlah penghalang bagi terwujudnya suatu persahabatan. Asalkan kita bisa saling menghormati dan menghargai keyakinan kita masing-masing. Aku masih berpegang teguh pada firman Allah SWT dalam penggalan terakhir surat Al Kafiruun yang berbunyi “lakum dinukum waliyadin… untukku agamaku dan untukmu agamamu.”

Dia selalu mengingatkanku untuk segera melaksanakan sholat lima waktu. Menurutnya kita harus menjalankan keyakinan kita ini dengan sepenuh hati. Aku masih ingat betul kebiasaannya yang senang mendengarkan kumandang adzan, walaupun ia tak mengerti artinya namun apapun aktifitas yang dilakukannya akan ia hentikan untuk menyimaknya. Katanya suara itu membuat hatinya terasa sejuk dan damai. Kita..? seringkali kita tak pernah menghiraukannya atau barangkali malah mengeluh karena tontonan tivi yang lagi seru tertunda oleh adzan tsb. Apabila menghadapi hidangan dia tidak pernah lupa untuk berdoa dengan khusuk tapi kita sendiri? Seringkali kita menyepelekan hal seperti itu. Bahkan dengan mudahnya kita beralasan lupa walau hanya mengucap ‘bismilah’ saja. Padahal Islam telah mengajarkan kita semua tentang adab dan tata cara makan, bukan?

Menginjak bangku SMA, karena sesuatu hal akhirnya kami harus berpisah karena memasuki sekolah yang berbeda. Tapi persahabatan ini tetap terbina. Di sekolah yang baru, aku belajar mendalami Islam dan mulai menggunakan JILBAB. Mulanya aku sempat ragu kalau sahabatku yang satu ini tak akan menerima keadaanku yang sekarang. Ternyata dugaanku meleset, ia malah menjadi orang pertama yang mendukungku untuk melalui semua ini. Dan akupun tetap mempertahankan persahabatan ini.

Mungkin, orang lain menganggap kalau pilihanku ini salah. Selama ini dia tidak pernah merugikanku bahkan ia menjadi jalan agar aku selalu mengingat-NYA. Aku selalu berdoa agar Allah memberikan hidayah untuknya. Namun apa mau dikata karena hidayah Allah hanya diperuntukkan bagi orang yag dikehendaki-Nya tapi tidak untuk dirinya.

Pada suatu hari, dia datang berkunjung ke rumah bersama seseorang. Ternyata mereka akan segera melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat. Mereka berharap agar aku bisa menghadirinya. Sayang, aku tak dapat menghadirinya. Sejak itu cukup lama aku tak pernah mendengar kabarnya lagi. Mungkin dia marah, karena aku tidak menghadiri pesta pernikahannya. Biarlah, toh sekarang sudah ada orang yang tepat untuk menggantikan posisiku. Hingga dia takkan bersedih bila kutinggalkan.

Di tempatku bekerja, aku juga menemukan seorang teman baru yang ternyata berbeda keyakinan kembali. Ia sangat menghormati ajaran Islam. Menurutnya ibadah itu tidak boleh ditunda-tunda. ‘tak ada orang yang bisa saya percaya sepenuhnya selain teteh, walaupun keyakinan kami memang sama tetap saj’, begitulah penuturanya.Dia selalu mengadu dan mengeluh akan semua masalah yang dihadapinya.

Biarpun aku sudah tak bekerja lagi disana dan frekuensi pertemuan kami yang semakin jarang pun, ia selalu datang ke rumah untuk mengunjungiku. Hingga suatu saat aku sampai terbaring lemah beberapa minggu lamanya di RS yang tempatnya sangat terpencil, dialah orang pertama yang datang mengunjungiku dan memberiku semangat untuk tetap berjuang melawan penyakit yang tengah kuderita. Begitulah sampai sekarang pun, kekeluargaan ini masih tetap terjalin baik.

Terkadang aku merasa bimbang menghadapi situasi seperti ini. Mau sampai kapan semua ini akan aku jalani? Ya Allah seandainya saja aku tiba-tiba menjauh darinya tentu dia akan merasa kecewa dan sakit hati. Mungkin sebaiknya aku harus menjaga jarak dengannya. Biarlah waktu yang menyelesaikan segalanya, tanpa ada pihak yang merasa disakiti.

Entah kenapa aku dipercaya Allah untuk menjalaninya. Menyesal…? Tidak, aku tak pernah menyesali semua ini. Tidak semua orang dipercaya untuk menjalani pengalaman hidup seperti ini. Bagiku semua ini adalah karunia Allah untukku. Semoga saja, suatu hari nanti aku bisa menemukan sahabat sejati yang benar-benar seakidah denganku….( Amien)

v

Bandung, 24 Agustus 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar