Senin, 17 Januari 2011

Kelinciku Malang

Semua cerita ini bermula dari keinginan keponakan saya untuk memiliki binatang peliharaan di rumah. Maklumlah, namanya juga anak-anak. Hal apapun yang dimilikinya harus selalu sama dengan yang dimiliki teman-temannya. Sampai berhari-hari ia merengek minta dibelikan seekor kelinci.

Sepertinya tidak ada salahnya memelihara seekor kelinci di rumah karena kelinci itu binatang yang jinak dan lucu. Makanannya seperti wortel dan sayur mayur lainnya pun mudah didapatkan dimana-mana. Lagipula dengan hal itu, dia bisa belajar untuk berbagi dengan sesama mahluk Allah.

Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya pada suatu sore ayahnya membelikan dia seekor anak kelinci berbulu halus dan tebal, berwarna coklat, bertubuh gempal dan bertelinga bulat. Betapa senangnya keponakan saya itu. Dengan rajin dia merawat dan mengajaknya bermain. Setiap hari, selalu saja ada tingkahnya yang membuat kami tertawa lepas. Kadang mengacak-acak tempat sampah, kadang mengedus-edus belanjaan ibu dan kadang pula sibuk di bawah meja makan saat kami sedang makan bersama. Setelah berminggu-minggu hidup bersama kami, kelinci itu iak hanya makan sayur mayur saja, melainkan memakan apa yang dimakan majikannya. Ada biscuit, nasi, pop corn, roti, tempe goreng, dsb.

Pada suatu hari, tiba-tiba saja kelinci itu menjadi murung, tidak lincah dan tak mau makan. Ia hanya tergolek lemah. Tidak ada sedikit pun makanan yang masuk ke dalam perutnya. Kami semua berupaya agar kelinci itu bisa segera pulih, tapi tetap saja upaya yang kami lakukan sia-sia. Dan esok paginya, kelinci itu kami temukan sudah tidak bernyawa lagi. Ya Allah, kami semua amat kehilangannya. Apalagi keponakan saya itu, ia terlihat sangat murung dan sedih. Kami tidak pernah menyangka kalau kelinci itu akan pergi begitu cepat.

Seminggu kemudian, ayahnya membelikan lagi penggantinya. Kali ini anak kelinci yang memiliki bulu yang putih bersih, bermata merah dan berkuping panjang. Tingkah lakunya pun lebih liar dari kelinci yang sebelumnya. Ternyata, tingkah laku seekor kelinci pun bisa berbeda. Ada yang jinak dan ada pula yang ganas.

Tapi malang, situasi yang sama terjadi kembali. Hanya dalam hitungan hari, kelinci itu tiba-tiba saja tergolek lemah, suranya melengking-lengking, tubuhnya seperti terpelanting dan beberapa saat kemudian jasadnya sudah membujur kaku.

Dari dua cerita diatas, terdapat pelajaran berharga yang dapat kita ambil. Tanpa kita sadari dari seekor kelinci pun kita tak pernah tahu kapan datangnya kematian. Kematian itu datangnya tiba-tiba, di mana dan kapan saja. Ada yang mudah dan ada pula yang sulit dalam menghadapinya. Tak seorang pun yang tahu akan semua rahasia ini. Hanya Allah lah yang Maha Mengetahui Segalanya.

Diri kita, bagaimana nasib kita di akhir penghidupan nanti? Baikkah? Atau burukkah? Tidak sedikit orang-orang baik akan berahkir dengan Suul Khotimah dan orang jahat akan berakhir dengan khusnul khotimah.

Sahabat, ada baiknya mulai saat ini kita mulai berbenah diri, memperbaiki diri sebelum kita menyesal pada akhirnya. Kita tidak pernah tahu bagimana akhir dari kehidupan kita nanti. Kematian itu bagaikan sebuah lampu minyak yang padam diterpa tiupan angin yang datang setiap saat.

Allahu alam bishowab,


Bandung, September 2005

2 komentar:

  1. dilihat dari apa yang dia makan. apa betul boleh dikasih makan begitu? apakah makanannya tdak mempengaruhi kesehatannya? trims 😊

    BalasHapus
  2. dilihat dari apa yang dia makan. apa betul boleh dikasih makan begitu? apakah makanannya tdak mempengaruhi kesehatannya? trims 😊

    BalasHapus