Senin, 17 Januari 2011

Mengendalikan Perasaan

Jangan kau simpan cinta di hatimu

Tapi letakkan dia ditanganmu

Agar Hidupmu bahagia…

Saya adalah seorang ahwat anak bungsu dari tiga orang bersaudara. Saya dibesarkan dalam keluarga yang sederhana dan kurang mengenal agama. Pengetahuan agama yang saya miliki hanyalah sebatas dari pelajaran agama yang didapatkan di sekolah dan di tempat mengaji. Walaupun demikian, kami sekeluarga tetap menjalankan ibadah rutin seperti sholat dan puasa.

Hhh, puasa! Sebenarnya saya merasa enggan untuk menjalaninya karena harus menahan menahan rasa haus dan lapar seharian penuh, tak tanggung-tanggung satu bulan lamanya lagi! Mungkin karena posisi saya sebagai anak bungsu hingga sifat manja ini sulit dihilangkan .

Lambat laun, saya baru mengetahui kalau sebenarnya puasa itu bukan hanya menahan rasa lapar dan haus saja melainkan mengendalikan hati, pandangan dan juga pikiran kita dari hawa nafsu. Ah kalau begitu puasa itu berat, juga! Tapi tentu saja saya tetap menjalani ibadah puasa ini.

Bulan Ramadhan selalu saya nanti, sebab aktifitas apapun yang kita jalani akan berbuah pahala yang berlipat ganda dari Allah Taala. Lagipula hanya dalam Ramadhan lah saya bisa bertemu kembali dengan teman-teman lama yang sudah lama tak bertemu. Kami saling berbagi cerita pengalaman di kampus atau hanya bercanda saja.

Dalam bulan Ramadhan pula saya pernah memiliki kenangan dengan seseorang. Dia salah seorang teman saya juga. Hanya saja dikarenakan ketampanan dan kepintarannya, banyak orang yang menaruh rasa kagum dan simpatik kepadanya terutama teman-teman akhwat. Dan saat itu, saya malah mendapatkan perhatian lebih darinya. Entah kenapa…

Entah kenapa, dia malah memberikan perhatiannya kepada saya. Mungkin, saya terlihat berbeda dari teman-teman yang lain. Atau ada sesuatu hal dalam diri ini yang menarik perhatiannya, barangkali. Tapi apapun alasannya, saya merasa biasa-biasa saja dan tak memiliki keistimewaan apapun.

Mulanya saya merasa senang dan bangga. Tapi saya tidak ingin mengganti cinta Allah yang hakiki dengan cinta manusia yang palsu. Lambat laun suasana yang ada menjadi tidak menyenangkan. Teman-teman akhwat satu persatu mulai menjauhi dan meninggalkan saya begitu saja. Apakah kedekatan saya dengan ikhwan ini tidak berkenan dihati mereka? Daripada saya harus kehilangan teman-teman lebih baik saya sendiri yang mundur dan mulai menjauh. Sayangnya, mungkin langkah yang saya ambil ini terlalu terburu-buru, hingga terjadi kesalah pahaman antara saya dan dia. Saya pasrah.

Kata orang, perasaan itu tidak dapat dibeli atau pula dipaksakan. Setiap kali bulan Ramadhan datang, semua kenangan itu selalu datang menghampiri. Sekeras apapun usaha yang saya lakukan untuk menghapusnya namun, kenangan itu tak pernah mau pergi. Mungkin hanya dengan kesungguhan hati dan waktu yang terus berjalan saya bisa melupakan semua kenangan itu.

Ramadhan kali ini? Tentu saja saya bertemu kembali dengannya. Namun ada yang lain dari biasanya. Karena aku telah berbaikan dengannya. Kami berdua sadar kalau rasa cinta itu adalah fitrah dari Allah untuk setiap insan yang ada didunia ini. Hanya saja yang menjadi masalah adalah bagaimana cara mereka untuk meyikapi rasa cinta yang ada. Kuncinya, ingat janji kita kepada Allah yang sering kita ucapkan setiap hari “…Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbul alamin sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah milik Allah semata.” Semua perasaan yang ada kami serahkan kembali hanya kepada Allah karena berasal dari-NYA semua perasaan ini hadir dan akan kembali kepada-NYA pula.

Andaikan suatu hari nanti kami memang berjodoh tentu Allah akan menyatukan kami dengan cara yang tak pernah kami duga. Tapi walaupun tidak, ukhuwah ini akan tetap terjalin seutuhnya.

Cinta… jangan membuat kita terlena. Justru dengan hadirnya rasa cinta akan menjadi sumber inspirasi bagi kita semua.

Allahu Alam Bishowab,

v

Bandung 18 Oktober 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar