Senin, 26 Maret 2012

Ketika Detak Jantungku Berhenti

 Demi mengejar waktu yang makin mepet, bis antar kota menjadi pilihan utamaku. Selain waktunya yang lebih fleksible, harganya juga jauh lebih bersahabat daripada kereta eksekutif. Kuharap, badan ini bisa sedikit rileks di dalam bis.
Sayangnya, bis tujuan Bandung masih belum kelihatan di terminal. Aku terpaksa harus bersabar menunggu. Ternyata bukan aku saja yang menanti kedatangannya, banyak penumpang lain yang ikut menunggu bersamaku.
Setengah jam berselang, akhirnya bis itu datang juga. Maka,  begitu memasuki terminal, bis tersebut langsung diserbu oleh para penumpang, termasuk aku. Kemudian kami memilih tempat duduk masing-masing. Tak lama berselang, bis sudah mulai berjalan meninggalkan terminal.
Selama perjalanan pulang, aku berusaha memejamkan mata. Badanku memang sudah sangat kelelahan. Perjalanan ini, memang tidak mudah untukku. Mengingat workshop tadi siang, pikiranku jadi melayang ke mana-mana.
Sepertinya, aku harus segera mengubah semua konsep yang ada, jika ingin bersaing dengan mereka. Tapi... isi kepalaku masih kosong. Belum terlintas sedikit pun, aku mau menulis apa, mau bercerita tentang apa. Padahal, waktu yang kumiliki tidak begitu lama.
Hanya tiga minggu… Yups, pihak Tiga Serangkai hanya memberi waktu tiga minggu untuk menyelesaikan bab pertama. Aku kembali menghela nafas, pandanganku beralih ke luar jendela. Cuaca yang tadinya panas, kini mulai meredup. Bahkan lambat laun mulai gelap dan pekat.
Apa aku sanggup menyelesaikan semua ini? Rasanya, aku butuh keajaiban saat ini, batinku
Ah sudahlah! Aku tidak ingin terus memikirkannya. Bisa-bisa, semangatku bakal menyusut sebelum berkembang. Yang terpenting sekarang, aku harus bisa beristirahat. Syukur-syukur tidur beberapa saat, agar esok pagi kondisiku bisa tetap fit .
Saking lelahnya, aku langsung terlelap selama perjalanan. Hingga akhirnya, bis tersebut sampai juga ke kota Bandung tanpa terasa. Bertepatan dengan adzan Shubuh, aku tiba di rumah dengan selamat, Alhamdulillah.
****

Meski mata ini masih sangat mengantuk, aku tidak bisa langsung tidur usai shalat shubuh. Aku terlalu asyik bercerita tentang pengalaman yang baru saja kualami di kota gudeg. Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan hampir pukul 6.30 pagi.
Buru-buru aku memejamkan mata dan terlelap beberapa sesaat. Akan tetapi, ketika tersadar waktu sudah menunjukkan pukul 9.00 pagi. Padahal acara launcing akan segera dimulai dalam waktu yang sama.
Sontak, aku buru-buru bangun dengan kepala yang masih terasa berat. Ah, rasanya aku tak sanggup berada di tempat acara tepat waktu. Terlambat sedikit tak apalah, mereka masih bisa memulainya tanpa aku.
Sambil mengumpulkan kesadaran, aku sengaja mengaktifkan ponsel. Kebetulan, ponselku memang kehabisan batere tadi. Tak lama berselang, ponsel itu langsung tak berhenti berbunyi. Semua bernada sama, “Teteeh, dimanaa?”
Setelah badan ini terasa lebih baik, aku mulai bersiap-siap dan pergi ke Salman ITB. Ternyata, acara launching sudah berlangsung sedari tadi. Acara diskusi buku menjadi lebih seru dengan hadirnya bunda Pipiet senja serta kang Taufik Mulyana sebagai narasumber.

Seperti yang telah direncanakan, semua dana yang terkumpul akan kami serahkan pada pihak keluarga almh. Nurul F Huda. Sayangnya, tak ada pihak keluarga yang datang menghadiri acara ini. Ujung-ujungnya, aku yang mewakili pihak keluarga, dalam serah terima secara simbolis..
Sekitar pukul 13.30 acara launcing ini pun harus segera berakhir. Meski demikian, kami tidak bisa pulang begitu saja. Selain harus membereskan tempat acara, kami juga harus melakukan evaluasi. Di luar itu semua, acara launcing dapat berjalan lancar.
 Sungguh, aku tak menyangka dapat menghadiri dua acara yang awalnya kuanggap mustahil. Benar-benar suatu keajaiban. Ternyata bila Allah mengijinkan, tak ada yang tak mungkin. Usai launching ini, tinggal giliranku memikirkan First Novel yang akan aku garap sebentar lagi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar