Jumat, 20 Februari 2015

Sebuah Protes Untuk Tuhan



Sebuah protes untuk Tuhan, rasanya kalimat itu pernah kubaca dalam blog seorang teman.
Tapi entah kenapa, aku ingin menuliskannya sekarang. Dengan versi yang berbeda tentunya.
Mungkin semua ini berawal dari kekecewaanku terhadap orang-orang di sekelilingku.

Hya benar, mereka selalu menanyakan hal yang sama. Kapan aku punya seorang kekasih? Kapan aku akan segera menikah. Memangnya, tak ada hal lain yang lebih penting yang bisa mereka tanyakan selain kabar pernikahanku? Lalu keluargaku? Rasanya tak ada bedanya dengan mereka.

Kakakku yang satu, selalu sibuk dengan urusannya sendiri, acuh tak acuh dan selalu kurang respect dengan kondisi adiknya yang tinggal satu-satunya ini. Sedangkan yang lainnya, sama saja. Dia selalu sibuk mencarikan jodoh untukku. Tanpa menayakan pendapatku terlebih dahulu. Aah, itu sangat menyebalkan.  Kenapa dia dan suaminya begitu kompak, berusaha agar aku bisa segera menikah?

It's all okay. Tapi, apa mereka pernah berpikir sedikit saja tentang anaknya yang berada di sini. Seorang anak yang telah mereka telantarkan selama bertahun-tahun lamanya. Anak yang lebih memilih tinggal bersama kakek dan tantenya daripada dengan orang tuanya sendiri. Pernahkah mereka berpikir, bagaimana nasib anak mereka kelak?

Apapun keadaannya, anak itu masih menjadi darah daging mereka dan menjadi tanggung jawab mereka sepenuhnya. Lalu aku bisa apa? Tanganku hanya dua. Sungguh, aku tidak sanggup bila harus menyelesaikan semua beban ini sendiri. Aku tak sanggup menjadisingle parent untuknya. Kalian tahu sendiri, aktifitasku selama ini sudah cukup menguras waktu dan tenagaku. Lalu ditambah dengan
anak itu, apa pantas kalau aku masih berpikir akan pernikahanku, kebahagiaanku?

Kini sepeninggal Ibu, bukanlah kabar gembira yang aku dapatkan. Akan tetapi, kabar yang membuatku terpaku dan tergugu. Awal tahun ini, mereka memiliki bayi lagi. Jujur saja, kebahagian mereka membuatku kecewa. Meski sebenarnya, bayi tersebut tidak berdosa tetap saja. 
Lalu sekarang, nasib anak mereka di sini, bagaimana?
Yaa Tuhaan, benarkah hal ini sudah menjadi ketentuan-Mu?

Satu waktu, salah seorang tetanggaku berkata, "Kamu ini, harusnya menikah bukan kuliah,"
Aku hanya bisa tersenyum getir mendengarnya. Yaa, siapa orangnya yang tidak ingin menikah? Aku juga ingin membangun keluargasendiri seutuhnya, seperti mereka. Aku ingin menggenapkan setengah dien, aku ingin mengubah dosa menjadi pahala. Tapi yang ada, mereka hanya melukai perasaankudan meninggalkanku begitu saja. 
Lalu sekarang, aku harus mencari suami kemana? Hanya satu orang, diantara ratusan ribu orang
yang hidup di dunia ini. Tapi kenapa begitu sulitnya bagiku. Rasanya lebih sulit daripada mencari sebongkah berlian.

Yaa Allah, sampai manakah batas kesabaranku?
Yaa Allah, sampai titik manakah aku harus tetap bertahan?
Yaa Allah, kapankah Engkau akan mengirimkan pendamping hidup untukku?
Yaa Allah, kapankah Engkau akan menurunkan keajaiban-Mu untukku?
Yaa Allah, kapankah Engkau akan mengabulkan semua doa-doaku selama ini?
Yaa Allah... Ya Allah... Ya Allah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar