Selasa, 08 Mei 2012

Sisa Rindu di Kota Hujan

Teman, kita tak pernah tahu rencana Allah untuk kita. Waktu kecil, aku selalu berkhayal bisa melihat kabut di kota hujan. Ah, siapa sangka kalau impian itu bisa menjadi kenyataan. Untuk sebuah urusan, aku diminta datang ke kota hujan. 
Di awal perjalanan, kulampaui dengan penuh keoptimisan. Tapi, meski sudah hampir seharian perjalanan ini  kulakukan, masih belum menandakan akan segera berakhir. Keringat dan peluh yang bercucuran mulai berbaur dengan ketegangan. Baru kali ini, aku pergi ke tempat yang jauh sekali dari kampungku.   
Malam sudah menyapa, tapi  tempat tujuanku masih belum kelihatan. Aku semakin gelisah, berbagai bayangan buruk mulai berkelebat dalam pikiranku. Ah tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja. Diantara rasa cemas dan ketakutan sepanjang hari, ponselku bergetar. 
Ternyata, kau mengirimiku sebuah pesan singkat. Meski demikian, tetap saja membuatku merasa lebih tenang hingga sampai tempat tujuan. Rasanya bagaikan mimpi, berada di sebuah kota yang memiliki awalan huruf yang sama dengan tempat kelahiranku. Ah, aku baru tahu kalau dukungan teman baik itu sangat berarti.
Kini, menghirup hawa dingin yang berkabut serta menikmati rintik hujan, tak pernah berhenti menghiasi hari-hariku. Akan tetapi, dari sekian kenyamanan yang kurasakan, ada sebuah rasa yang tak bisa kuetaskan. Sepertinya, hadir kamisan menjadi moment berharga yang paling kurindukan. 
Dan ketika perjalanan ini harus kuakhiri, ada perasaan lega menyelinap disanubari. Akhirnya, aku masih bisa kembali hadir di kamisan. Biarpun disisi lain, aku pasti akan sangat merindukan kabut. Sebab kabut yang dingin tak pernah mau hadir dikampung kami. 
 Kini, sudah sepekan aku kembali ke rumah tanpa terasa. Kembali beraktifitas seperti sediakala, bahkan sebagian orang mungkin tak menyadari kalau aku sempat menghilang beberapa pekan. Di luar dugaan kau kembali menghibungiku, sepagi ini. 
Ada hal penting yang akan dibicarakan, begitu katamu.
Ooh.. apakah itu? 
Tapi kau masih tetap merahasiakannya. Kau malah mengajakku untuk segera bertemu, sebentar lagi.
****

Aku sudah menunggumu di tempat biasa, sedari tadi. Hari sudah beranjak siang, tapi kau masih belum datang. Tapi, aku akan tetap menunggumu. Hingga akhirnya, kau baru muncul ketika sore hampir menjelang. Meski demikian, kau malah sibuk menyapa orang-orang yang ada di sekitarmu. 
Sepertinya, kehadiranku tidak kau hiraukan. Bagaimana aku tidak kesal, coba? 
Bersamaan dengan itu, suara adzan telah berkumandang. Aku pun segera bangkit dan beranjak menuju mesjid terdekat.
“Jangan pergi dulu, kan urusan kita belum selesai!” cegatnya
"Yups, aku shalat dulu."
"Okay, kalo gitu. Kita ketemu diselasar seperti biasa.” imbuhnya. 
Tak lama berselang, aku sudah menunaikan kewajibanku. Aku kembali menunggumu di selasar. Tapi sosokmu, kembali menghilang diantara para jamaah. Lama sekali, kau muncul dihadapanku. Begitu kau muncul, kau masih tetap melanjutkan sapaanmu.   
Hooy, aku disini! Apa nggak kelihatan? batinku semakin kesal.
Rasa penasaran semakin memenuhi hati dan pikiranku. Selama aku mengenalmu, aku tak pernah melihatmu bertindak aneh seperti itu. Lambat laun, keadaan mesjid yang tadinya ramai, mulai berangsur sepi. 
Kini, kau sudah duduk disampingku.
“Ada apa?” tanyaku.
“Tunggu sebentar!” ucapmu sambil menunduk.
Kami berdua sama-sama diam, dengan pandangan kosong. Tanpa kami sadari, keadaan mesjid sudah benar-benar sepi. Saat itulah, kau mulai mengangkat wajah dan membuka rahasiamu.
“Kapan kau akan kembali ke kota hujan?” tanyamu.
Aku menggeleng, “Aku tak akan kembali ke sana. Pekerjaanku sudah selesai.”
"Kenapa?" tanyaku lagi.
“Aku akan mengembara ke kota hujan."
 kenapa harus memilih kota hujan? Bukankah masih banyak kota lain yang lebih menjanjikan daripada kota hujan?"
"Karena kesempatan pertamaku hadir di kota hujan. Bagaimana bisa, aku sampai melewatkannya?" lanjutmu lagi.
"Ya, aku tahu. Tapi, bagaimana dengan diriku ini? Apa kau tega meninggalkan aku sendirian di tempat ini?" tanyaku sedih.
Kau menarik nafas berat, “Sudah kuduga.” ucapmu lirih.
Aku tergugu. Tahukah kau? Kota hujan akan selalu menyimpan sejuta kenangan untukku. Sebuah kerinduan tersendiri yang tak pernah bisa kuungkapkan.
****


Januari, 2009