Teman, kita tak pernah tahu rencana Allah untuk
kita. Waktu kecil, aku selalu berkhayal bisa melihat kabut di kota hujan. Ah, siapa
sangka kalau impian itu bisa menjadi kenyataan. Untuk sebuah urusan, aku
diminta datang ke kota hujan.
Di awal perjalanan, kulampaui dengan penuh
keoptimisan. Tapi, meski sudah hampir seharian perjalanan ini kulakukan,
masih belum menandakan akan segera berakhir. Keringat dan peluh yang bercucuran
mulai berbaur dengan ketegangan. Baru kali ini, aku pergi ke tempat yang jauh
sekali dari kampungku.
Malam sudah menyapa, tapi tempat tujuanku
masih belum kelihatan. Aku semakin gelisah, berbagai bayangan buruk mulai
berkelebat dalam pikiranku. Ah tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja. Diantara
rasa cemas dan ketakutan sepanjang hari, ponselku bergetar.
Ternyata, kau mengirimiku sebuah pesan singkat.
Meski demikian, tetap saja membuatku merasa lebih tenang hingga sampai tempat
tujuan. Rasanya bagaikan mimpi, berada di sebuah kota yang memiliki awalan
huruf yang sama dengan tempat kelahiranku. Ah, aku baru tahu kalau dukungan
teman baik itu sangat berarti.
Kini, menghirup hawa dingin yang berkabut serta
menikmati rintik hujan, tak pernah berhenti menghiasi hari-hariku. Akan tetapi,
dari sekian kenyamanan yang kurasakan, ada sebuah rasa yang tak bisa kuetaskan. Sepertinya, hadir kamisan
menjadi moment berharga yang paling kurindukan.
Dan ketika perjalanan ini harus kuakhiri, ada
perasaan lega menyelinap disanubari. Akhirnya, aku masih bisa kembali hadir di
kamisan. Biarpun disisi lain, aku pasti akan sangat merindukan kabut. Sebab
kabut yang dingin tak pernah mau hadir dikampung kami.
Kini, sudah sepekan aku kembali ke rumah
tanpa terasa. Kembali beraktifitas seperti sediakala, bahkan sebagian orang
mungkin tak menyadari kalau aku sempat menghilang beberapa pekan. Di luar
dugaan kau kembali menghibungiku, sepagi ini.
Ada hal penting yang akan dibicarakan, begitu
katamu.
Ooh.. apakah itu?
Tapi kau masih tetap merahasiakannya. Kau malah
mengajakku untuk segera bertemu, sebentar lagi.
****
Aku sudah menunggumu di tempat biasa, sedari tadi.
Hari sudah beranjak siang, tapi kau masih belum datang. Tapi, aku akan tetap
menunggumu. Hingga akhirnya, kau baru muncul ketika sore hampir menjelang.
Meski demikian, kau malah sibuk menyapa orang-orang yang ada di
sekitarmu.
Sepertinya, kehadiranku tidak kau hiraukan.
Bagaimana aku tidak kesal, coba?
Bersamaan dengan itu, suara adzan telah
berkumandang. Aku pun segera bangkit dan beranjak menuju mesjid terdekat.
“Jangan pergi dulu, kan urusan kita belum selesai!”
cegatnya
"Yups, aku shalat dulu."
"Okay, kalo gitu. Kita ketemu diselasar
seperti biasa.” imbuhnya.
Tak lama berselang, aku sudah menunaikan
kewajibanku. Aku kembali menunggumu di selasar. Tapi sosokmu, kembali menghilang
diantara para jamaah. Lama sekali, kau muncul dihadapanku. Begitu kau muncul,
kau masih tetap melanjutkan sapaanmu.
Hooy, aku disini! Apa nggak kelihatan? batinku
semakin kesal.
Rasa penasaran semakin memenuhi hati dan pikiranku.
Selama aku mengenalmu, aku tak pernah melihatmu bertindak aneh seperti itu. Lambat
laun, keadaan mesjid yang tadinya ramai, mulai berangsur sepi.
Kini, kau sudah duduk disampingku.
“Ada apa?” tanyaku.
“Tunggu sebentar!” ucapmu sambil menunduk.
Kami berdua sama-sama diam, dengan pandangan
kosong. Tanpa kami sadari, keadaan mesjid sudah benar-benar sepi. Saat itulah,
kau mulai mengangkat wajah dan membuka rahasiamu.
“Kapan kau akan kembali ke kota hujan?” tanyamu.
Aku menggeleng, “Aku tak akan kembali ke sana.
Pekerjaanku sudah selesai.”
"Kenapa?" tanyaku lagi.
“Aku akan mengembara ke kota hujan."
kenapa harus memilih kota hujan? Bukankah
masih banyak kota lain yang lebih menjanjikan daripada kota hujan?"
"Karena kesempatan pertamaku hadir di kota
hujan. Bagaimana bisa, aku sampai melewatkannya?" lanjutmu lagi.
"Ya, aku tahu. Tapi, bagaimana dengan diriku
ini? Apa kau tega meninggalkan aku sendirian di tempat ini?" tanyaku
sedih.
Kau menarik nafas berat, “Sudah kuduga.” ucapmu
lirih.
Aku tergugu. Tahukah kau? Kota hujan akan selalu
menyimpan sejuta kenangan untukku. Sebuah kerinduan tersendiri yang tak pernah
bisa kuungkapkan.
****
Januari, 2009